Senin, 23 April 2012

Konsep Tarbiyah Akhlak dalam Alquran (5)

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy* C.3. Kisah dan sejarah peradaban Kisah dan pembahasan sejarah memiliki urgensi tersendiri dalam bidang tarbiyah. Namun yang menjadi perhatian kita sekarang bukan bagaimana kisah itu disampaikan, tapi bagaimana mengenali metode tarbiyah Al Quran, yang menjadi tujuan utama ditampilkannya kisah dalam Al Quran. Al Quran memiliki konsep detail tentang metode tarbiyah, yang kami ringkas dalam beberapa poin berikut ini : Pertama, Al Quran tidak memaparkann kisah kecuali ketika kisah itu memiliki tujuan yang sama dengan apa yang dimiliki oleh Al Quran, agar kisah itu memiliki kaitan yang kuat dengan kontek yang mengharuskan kisah itu dimunculkan, sehingga kisah menunjukkan urgensi dan membawa kepada gerak dan hidup dinamis. Karena itu kisah dalam Al Quran itu tidak muncul begitu saja dengan paparan kejadian historis, hanya menceritakan kronologi peristiwa belaka, jika yang terjadi seperti itu maka kisah itu akan menjauhkan pembaca kisah dari kontek dan tujuan kisah itu dimunculkan. Misalnya saja kita membaca kisah Ashabul kahfi : نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (13) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (14) “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian Telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran". (QS. Al Kahfi : 13-14) Kita lihat ayat ini mulai kisahnya dengan mendeskripsikan ashabul kahfi sbagai kelompok anak muda yang mengisolasi diri mereka dari kaum mereka yang kafir, lalu mereka beriman kepada Allah yang Maha Esa, karena keimanan inilah mereka menjauhi kaum mereka dan berpindah ke puncak gunung yang tinggi dan dalam gua. Siapakah mereka ini, pada masa siapakah mereka hdup, berapa jumlah anak-anak muda itu, siapakah nama-nama mereka ?? Cerita sejarah akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, namun jika kisah Al Quran menyentuh seluruh sisi cerita seperti buku sejarah, maka kisah itu akan jauh dari tujuan Al Quran, bisa jadi pikiran pembaca akan terpokus paada kronologis sejarah dan terbawa dalam mendalaminya, sehingga lalai dari pelajaran dan nasehat yang menjadi tujuan inti dari kisah Al Quran. Inilah rahasianya, mengapa Al Quran memaparkan kisah-kisahnya hanya sepotong-sepotong saja, rahasai tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang-orang yang merasakan kebutuhan akan kisah Al Quran yang dijelaskan dengan detail dan lengkap, dimana kebutuhann ini tidak muncul kecuali karena sifat kebanyakan manusia yang selalu ingin tahu dan ingin kisah yang panjang. Kalau keinginan ini dipenuhi, maka pikiran mereka lupa pada asal mula kisah dipaparkan dalam Al Quran sebagai sumber hidayah dan tema-tema yang berkaitan dengan hidayah. Namun ini bukan berarti kisah-kisah yang ada dalam Al Quran miskin sentuhan seni dan hanya potongan kisah yang tidak bermakna. Justru kish-kisah dalam Al Quran kaya akan sentuhan seni yang sempurna, yang berdiri diatas konsep sastra yang sepi dari kekurangan maupun cela. Bahkan sisi sastra dalam kisah Al Quran aadalah di antara mukjizat yang paling menonjol dalam Al Quran. Tidaklah termasuk dalam syarat baik dan bernilainya sebuah kisah, lengkapnya peristiwa yang dipaparkan, tapi itu tergantung kebutuhan dimana kisah dipaparkan, apabila yang dimaksud adalah untuk mengambil pelajaran, maka dari sisi tarbiyah yang harus dilakukan adalah fokus pada satu sisi cerita, bukan pada keseluruhan sisi cerita sehingga membuat kabur dan jauh dari tujuan kisah itu dipaparkan. Kedua, menyelipkan nasehat dan pelajaran di tengah cerita. Konsep tarbiyah yang di terapkan disini bertujuan agar si pembaca kisah tidak menjadi larut dalam bacaannya, menjadi fokus pada cerita dengan seluruh pikiran, setelah lama ia tenggelam kemudian hilanglah pesan utama kisah itu. Inilah ganjalan yang terjadi dalam memfungsikan cerita sebagai sarana pendidikan dan perbaikan moral, karena secara perlahan pembaca akan terjjauhkan dari pesan utama kisah, karena tenggelam dalam detail kronologi dan jalannya kisah, yang memberikan pengaruh besar pada diri si pembaca. Apabila seorang murabbi maupu menagatasi ganjalan ini, maka ia akan menggunakan gaya bahsa kisah yang bijak, yang tidak menjauhkan pembaca dari makna tarbiyah yang terkandung di dalamnya, kisah pun menjadi sarana paling efektif dalam pendidikan, dan inilah konsep Al Quran dalam memaparkan kisah-kisahnya. Allah kisahkan kepada kita tentang Nabi Musa dan Harun dalam Al Quran surat Thaha, ketika pembaca tenggelam dalam sub-sub cerita, dan pendengar lalai dari pesan utama dalam cerita, dengan merenungi seluruh cerita dan yang aneh di alamnya, tiba-tiba si pembaca dikagetkan dengan gaya bahasa yang indah di tengah cerita, mengingatkan pendengar kepada pelajara, nasehat dan petunujuk yang menjadi tujuan utama bagi dipaparkannya cerita. Ketika bahasa indah yang mennyela itu memiliki pengaruh yang nyata, maka kisah itu pun mleanjutkan kembali kisahnya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Marilah kita renungkan lagi salah satu kisah yang dipaparkan oleh Al Quran, kisah tentang Nabi Musa dan Harun As. قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى (49) قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى (50) قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الْأُولَى (51) قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى (52)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى (53) كُلُوا وَارْعَوْا أَنْعَامَكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِأُولِي النُّهَى (54) مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى (55) وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى (56) “Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, Hai Musa? Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang Telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, Kemudian memberinya petunjuk. Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?" Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa; Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) Itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain, Dan Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).” (QS. Thaha : 49-56) Perhatikan bagaimana Al Quran memotong kisahnya, agar terlihat dengan cerdas dan bijak masalah penting dibalik berpindahnya dialog antara firaun dan Nabi Musa, kepada dialog Allah dengan hamba-Nya, yang memperlihatkan nikmatnya yang besar dan peringatan akan balasan buruk atas keburukan, juga betapa keras dann dahsyatnya siksa Allah, sehingga kisah ini sarat dengan nuansa hidayah dan petunjuk, kemudian pendengar dialihkan kembali setelah itu, kepada tujuan besar kisah itu dipaparkan paada awalnya, hal itu kita lihat dari firman-Nya : وَلَقَدْ أَرَيْنَاهُ آَيَاتِنَا كُلَّهَا فَكَذَّبَ وَأَبَى “Dan Sesungguhnya kami Telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda kekuasaan kami semuanya Maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).” (QS. Thaha : 56) Renungkan konsep tarbiyah seperti ini juga dalam kisah Ashabul Kahfi, bagaimana Al Quran dengan gaya bahasa tarbiyahnya yang penuh mukjizat pada awal kisah, dengan menyuratkan pelajaran sekilas yang mampu menggugah hati dari kelalaian, lalu Al Quran selipkan nasehat dengan gaya bahasa yang indah dan menarik, lalu setelah itu kembali kepada jalannya kisah. Allah swt berfirman : سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا (22) وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24) وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (25) “Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka. Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS. Al Kahfi : 22-25) Kita baca surat Yusuf as yang mengkisahkan yusuf bersama saudara-saudaranya serta pembesar Mesir, sebuah kisah yang panjang, yang disusun untuk mengukuhkan kebenaran Al Quran sebagai firman Allah dan Rasulullah saw tidak berperan dalam penysusunannya, kita melihat banyak ayat yang memotong kisah-kisah itu, agar pembaca selalu sadar kembali pada pelajaran dan nasehat yang aada di dalam kisah, setelah ia tenggelam dalam lautan kisah yang mengasyikkan dan melenakan, lihat firman Allah swt ; يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (40) “ Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf : 39-40) Lihatlah kembali firman Allah swt : قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ (55) وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (56) وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (57) وَجَاءَ إِخْوَةُ يُوسُفَ فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (58) “Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". Dan Demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (Dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. kami melimpahkan rahmat kami kepada siapa yang kami kehendaki dan kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Dan Saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir} lalu mereka masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya.” .(QS. Yusuf : 55-58) Sesungguhnya bahasa cerita yang dibalut dengan ruh ibrah dan mauidhah, dan diwarnai oleh kata-kata dan ungkapan petunjuk dari pengkisah kepada pendengar maupun pembaca, tanpa merusak, merancukan dan menghilangkan nilai seni kisah tersebut adalah metode tarbiyah yang berhasil, yang tidak kita dapatkan kecuali dalam kitab Allah swt. Betapa banyak kita lihat kisah-kisah yang dibalut dengan bahasa pendidikan dan arahan, disebarkan kpada kebanyakan manusia dengan bahasa pengajaran dan penyadaran, namun seringkali kisah ini tidak memberikan hasil yang menggembirakan, karena pesan kisah dengan kronologi peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya mengalahkan makna ibrah dan arahan yang imaksud, para pembaca dan pendengar lebih bisa menikmati kronologi cerita dan peristiwa yang ada dalam kisah dan melalaikan ibrah ataupun intisari dari cerita. Namun perlu kita ketahui, model pendidikan seperti ini tidak hanya kita lihat dalam kisah Al Quran saja, namun juga tema-tema lain yang disentuhh oleh Al Quran, Al Quran tidak akan membuat pembaca tenggelam dalam satu tema bahasan baikk itu hukum fiqh, aqidah, berita tentang yang ghaib, ataupun cerita tentang gambaran hari kiamat. Semua tema bahasan ini diredaksikan dengan bahasa arahan dan petunjuk, dan maksud Al Quran diturunkan akan menjadi nyata dan jelas dalam setiap tema bahasan tersebut, agar hati kita tidak lalai dari tujuan utama ini sekalipunn kita telah terbawa ke dalam pembahasan detail tema-tema yang kita lakukan. Perhatikanlah firman Allah swt : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185) وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186) أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ “Maka barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.” (QS. Al Baqarah : 185-187) Kita melihat dalam ayat ini, bagaimana Allah swt menyelipkan ayat ini di antara ayat puasa dan hukum-hukum yang terkait dengannya, untuk mengikat hati manusia kepada inti ibadah kepada Allah, dan kepada prinsip dasar yang menjadi pokok dari cabang hukum-hukum detail yang bernaung di bawahnya. Kita melihat juga dalam surat An Nisa, hukum washiyat, nikah, warisann dan lainnya ayat mauidhah dan isrsyad akan selalu terselipkan di dalamnya, bahkan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa nasehat, bukan gaya bahasa ilmiah yang kaku. Adalah sangat ironi, ketika kita menyaksikan sebagian para penggagas ilmu tarbiyah yang berwawasan luas, melupakan konsep tarbiyah Al Quran ini yang seharusnya mereka ketahui, kalau memang mereka termasuk orang-orang yang memilki peran besar dalam mengarahkan dan mengembangkan wawasan masayrakatnya, bahkan mereka malah sibuk melakukan kritik terhadap konsep tarbiyah Al Quran iini, dengan mengatakan : “Mengapa pembahasan Al Quran sangat rancu, tidak terstruktur dengan baik dalam pasal dan bab seperti buku-buku dan karangan yang lain ?” Kita bertanya : “Apakah pengaruh tarbiyah dan nasehat yang kami bicarakan akan ada, seandainya kitab Al Quran ini tersusun seperti yang kalian inginkan, ada bab aqidah dengan dalil-dalilnya, ada bab hukum dan muamalat, ada bab kisah dan sejarah dan begitu seterusnya....?” Setiap orang yang mendatangi Al Qurann dengan hanya memfokuskan pada bab hukum saja misalnya, maka ia akan lupa kepada Al Quran dan tujuan besarnya, kecuali pemabahasan hukum yang kering kerontang yang mengenyangkan pemahaman akal pemikiran semata, sebagaiman yang dilakukan oleh para ahli fiqqih, ketika mereka membahas masalah gadai misalnya, maka mereka akan lupakan Allah dan juga tujuan besar dibalik ilmu fiqih tersebut, bisa jadi para ahli fiqih itu jauh dari Allah pada saat itu, melebihi jauhnya orang-orang yang berdzikir di tengah keramaian pasar dan sentra bisnis. Orang-orang yang mendatangi Al Quran dari sisi kisah dan sejarahnya, maka ia akan melupakan Al Quran, dirinnya dan tanggung jawabnya, karena ia telah tersedot perhatiannya pada bacaan dan yang ia dengar, yang berisi kronologi peristiwa dan kejadian-kejadian yang asing, dan tenggelam di dalamnya. Al Quran dengan kissah, hukum, aqidah dan pembahasan-pembahasan lainnya tidaklah diturunkan kecuali karena satu tujuan, yakni agar manusia menjadi hamba Allah swt, dengan ketaatann maupun usaha, sebagaimana Allah ciptakan manusia dengan kekuasaan dan hak prerogratifnya. Tujuan besar ini tidak akan tercapai kecuali jika pembahasan-pembahasan di atas saling berkaitan dan saling melengkapi, dalam kendali semangat nasehat dan arahan. Kalau kita renungkan lebih dalam, musibah ilmu pengetahuan dan segala wawasan yang diterima oleh anak kita di bangku sekolah mereka, ilmu dan wawasan mereka tidak membawa mereka kepada ketinggian dan kemuliaan pendidikan, sekalipun tujuan pertama dari pengembangan ilmu dan wawasan pengetahuan itu adalah demi pendidikan. Tidak ada solusi yang mampu memecahkan masalah ini, selain dengan mengkoreksi penyusunan aneka ilmu pengetahuan dan wawasan itu, dan dituilis ulang dengan konsep Quraniy sebagaiamana yang telah kami paparkan di muka, sehingga ada semangat pendidikan dan perbaikan akhlak di dalamnya. Dengan konsep seperti ini maka ilmu pengetahuan dan wawasan keilmuan semuanya bersatu dan bertemu dalam tujuan pokok pendidikan yang menjadi tujuan awal dari pengajaran ilmu pengetahuan dan wawasan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar