Senin, 23 April 2012

Konsep Tarbiyah Akhlak dalam Alquran (8)

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy*

Ketiga, berpegang kepada perpaduan seluruh anasir emosi dan tidak berpegang pada memenangkan satu unsur atas unsur perasaan yang lain. Akan kami jelaskan prinsip ini agar semakin jelas urgensinya dan bagaimana Al Quran berpegang pada prinsip ini.

Sumber perasaan manusia terbagi dalam tiga kategori :

pertama : perasaan pendorong seperti rasa senang, harap dan suka
kedua : perasaan penahan, seperti rasa takut, cemas dan empati


ketiga : perasaan kagum, seperti rasa kagum, cinta dan mensucikan

Kalau kita renungi aneka perasaan dan emosi dalam hidup manusia, maka tidak ada perasaan yang terlahir kecuali masuk dalam salah satu dari tiga kategori di muka. Inilah pegangan para pendidik dalam melangsungkan kegiatan pendidikannya dengan berdasarkan pada menggugah emosi.

Seorang Murabbi atau pendidik tidak bisa hanya memperhatikan satu unsur dari tiga anasir di atas, dengan anggapan bahwa unsur itu yang paling penting. Yang paling penting adalah bagaimana kita memadukan tiga anasir di atas yang menjadi sumber bagi setiap perasaan dan emosi. Apabila ada satu unsur lebih berpengaruh atau mendominasi anasir yang lain maka itu adalah biang keusakan dan keburukan, dan tujuan tarbiyah tidak akan pernah tercapai.

Ketika seorang pendidik memandu siswanya dengan cambuk ketakutan maka itu adalah sebab utama kerusakannya. Ketika seorang pendidik hanya memotivasi siswanya dengan rasa suka dan senang saja maka itu adalah sikap merusak. ketika seorang pendidik memenuhi emosinya dengan perasaan mensucikan atau kagum, tanpa dibarengi dengan rasa harap dan cemas, maka ia tidak bisa menggerakkan yang diam dan tidak pula meluruskan yang bengkok.

Sebuah metode tarbiyah akan berhasil jika memadukan tiga perasaan sekaligus, dan tidak akan gagal dan berantakan sebuah solusi tarbiyah dari hasil yang diharapkan, kecuali jika tidak ada perpaduan tiga hal di atas.

Kitab Allah swt menarik hati manusia dengan kekuatan emosi dan perasaan- setelah menyentuh akal dan logika- yang terdiri dari tiga hal di atas dengan penuh keseimbangan dan keselarasan.

Kita tidak akan melihat satu ayat yang menyerahkan manusia pada rasa cemas semata, atau harapan dengan kabar gembira tanpa dibarengi dengan rasa takut. Bahkan termasuk kaidah utama dalam kitab Allah, tidaklah Allah mengingatkan manusia sifat keras dan membalas-Nya kecuali pasti disebutkan juga setelahnya sifat kasih sayang dan maha pengampun. Tidaklah Allah swt mendeskripsikan surga dan nikmat yang ada di dalamnya, kecuali Allah pasti menyebutkan deskripsi neraka jahannam dengan segala siksa yang mengerikan. Di ayat manapun yang kita baca, maka kita tidak akan menemukan penyimpangan dari kaidah ini. Kita tidak akan mendapatkan sebuah ayat yang menjelaskan satu hal kecuali Allah pasti ajukan ayat lain yang menjadi bandingannya.

Lihatlah firman Allah swt :

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (49) وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ (50)

“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.”(QS. Al Hijr : 49-50)

Bahkan bacalah ayat di bawah iini dengan seksama :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu Kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar : 53-54)

Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini, pada penggal pertama Allah paparkan siksa Allah kepada orang kafir nanti di hari kiamat dan pada penggal ayat kedua Allah kemukakan bandingannya, rahmat dan nikmat surga yang Allah berikan kepada hamba-hamba-nya yang shalih :

إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا (21) لِلطَّاغِينَ مَآَبًا (22) لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا (23) لَا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلَا شَرَابًا (24) إِلَّا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا (25) جَزَاءً وِفَاقًا (26) إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَابًا (27) وَكَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا كِذَّابًا (28) وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا (29) فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا (30) إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا (31) حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (32) وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (33) وَكَأْسًا دِهَاقًا (34) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا (35) جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا (36) رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمَنِ لَا يَمْلِكُونَ مِنْهُ خِطَابًا (37)

“Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai. Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman. Selain air yang mendidih dan nanah. Sebagai pambalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada hisab. Dan mereka mendustakan ayat-ayat kami dengan sesungguh- sungguhnya. Dan segala sesuatu Telah kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah. dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan. (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur. Dan gadis-gadis remaja yang sebaya. Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; yang Maha Pemurah. mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.” (QS. An Naba : 21-37)

Manfaat yang dapat kita ambil dari komitmen kita kepada kaidah di atas adalah, manusia hidup di antara dua sisi, sisi harap dan cemas, antara satu dengan yang lain tidak saling mendominasi, sehingga rasa harap kepada rahmat Allah tidak menjadikan kita meninggalkan kewajiban dan beban-beban taklif yang lain, pada sisi yang lain, rasa camas dan takut kita kepada Allah tidak memalingkan kita dari melaksanakan kewajiban kita karena putus asa misalnya, atau karena merasa yakin bahwa amalan yang kita lakukan tidak akan diterima dan tidak memberikan manfaat apa-apa.

Apapun jalan yang ditempuh oleh seorang murabbi atau pendidik kepada anak didiknya, bagaimanapun kondisi anak didiknya, tidak akan berhasil kecuali jika memadukan dua perasaan penting manusia, rasa harap dan takut.

Bukti nyata tentang keberhasian metode ini adalah yang telah diterapkan oleh Al Quran, di mana Al Quran ketika mendeskripsikan kondisi penghuni surga maka Allah akan gambarkan dengan sifat dan karakter utama mereka, sebaliknya ketika Al Quran mendeskripsikan penghuni neraka maka Allah akan paparlkan perangai dan karakter terburuk mereka yang mengundang murka Allah swt.

Hikmah dari model paparan seperti ini, ketika kita merenungi karakter orang beriman dan membandingkan dengan kondisi kita, maka kita melihat posisi kita ada di bawah mereka, karena karakter mereka yang penuh dengan kebaikan dan keshalihan, lalu kita tidak merasa yakin dan berharap menjadi bagian dari mereka. Sebaliknya ketika kita merenungkan perangai penghuni neraka dan memabandingkannya dengan diri kita, maka kita sedikit lebih baik dari mereka, dimana mereka memiliki perangai dan karakter buruk, sehingga kita berharap tidak termasuk dalam kelompok mereka dan kita menilai diri kita di poros tengah antara mereka berdua, hati kita pun harap-harap cemas, lalu kita berusaha untuk menaikkan posisi kita lebih tinggi dari kondisi orang-orang kafir dan bisa setara dengan orang-orang beriman.

Marilah kita perhatikan firman Allah swt yang menggambarkan orang-orang beriman yang layak mendapatkan ridha-Nya :

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67) وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68)

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al furqan : 64-68)

atau firman Allah swt yang lain :


إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18) وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (19)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz Dzariyat : 15-19)

Kalau kita renungi ayat-ayat di atas, yang memaparkan karakter dan sifat orang beriman yang layak mendapatkan surga dan ridha-Nya, maka yang kita dapatkan adalah mereka para rabbaniyyin dan shiddiqin, mereka yang menghidupkan malam mereka dengan shalat malam, istighfar kepada Allah di waktu sahur, berjalan di dunia dengan rendah hati, tidak reken kepada tingkah laku orang yang jahil dan tidak peduli dengan pemusuhan para pendengki.

Ketika kita melihat diri kita, lalu membandingkan antara sifat dan karakter kita dengan mereka, sedikit sekali kita menemukan titik kesamaan. Namun jangan sampai kita ragu bahwa kita tidak akan memperoleh bagian dari janji Allah kepada mereka, atau kita tidak bisa menjadi bagian dari mereka.

Tapi lihatlah ke sisi yang lain sebagai bahan perbandingan, dimana Allah swt menggambarkan perangai orang-orang kafir penghuni neraka pada hari kiamat nanti, Allah swt berfirman :


عَنِ الْمُجْرِمِينَ (41) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ 47)

“Tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? "Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian.” (QS. Al Mudatstsir : 41-47)


وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ (41) فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ (42) وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ (43) لَا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ (44) إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِينَ (45) وَكَانُوا يُصِرُّونَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ (46) وَكَانُوا يَقُولُونَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (47) أَوَآَبَاؤُنَا الْأَوَّلُونَ (48)

“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?. Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih. Dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. Dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah Sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?. Apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?” (QS. Al Waqiah : 41-48)

Kalau kita renungi ayat-ayat di atas, yang memaparkan puncak perangai dan karakter orang-orang kafir, lalu ketika kita melihat diri kita dan membandingkannya dengan kondisi mereka dengan kita, maka kita akan melihat dengan tidak ragu, diri kita masih lebih baik dari mereka, ada harapan besar kita tidak masuk dalam kelompok mereka dan tidak mengecap sedikipun adzab yang ditimpakan kepada mereka.

Dan ketika kita kembali melihat paparan Al Quran tentang dua karakter dan pemiliknya, maka kita akan melihat diri kita tidak memiliki tempat dalam keduanya, kita ada dalam poros tengah antara yakin dengan rahmat Allah dan ampunan-Nya sekaligus juga yakin dengan adzab dan balasan-Nya, kita dalam kondisi harap dan cemas, senang dan sedih, kondisi inilah yang membawa kita pada usaha untuk mendekati karakter orang-orang shalih dan menjauhi karakter orang-orang kafir yang hancur harapannya kelak di akhirat.

Penjelasan Allah ini adalah sebuah metode tarbiyah kepada kita, yang menempatkan kita pada posisi antara takut kepada adzab dan harap akan pahala-Nya di akhirat kelak, sehingga takut kita kepada adzabnya tidak menjadikan kita patah arang dan putus asa, sebaliknya harapan akan rahmat Allah tidak menjadikan kita menanggalkan segala kewajiban yang ada di atas pundak kita.

Allah telah mendidik kita dengan penjelasan yang nyata ini, agar kita selalu dalam keadaan takut dan harap. Kita tidak akan beribadah kepada Allah dengan menyertakan satu perasaan dari keduanya, tidak condong kepada sifat Allah yang menunjukkan semata-mata kekerasan, atau semata-mata kesenangan. Allah gambarkan kondisi hamba-hamab yang shalih dalam salah satu firman-Nya :

وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)

Lalu mewanti-wanti kita agar tidak merasa aman dari adzab Allah swt :

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A'raf : 99)

sebagaimana Allah juga mewanti-wanti kita agar tidak putus asa pada rahmat Allah yang maha luas’

إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

"Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)

Akan kami sampaikan kepada anda, sebuah teks washiyat yang menunjukkann metode tarbiyah yang agung dalam Al Quran. Teks wasiat itu adalah berasal dari sahabat mulia Abu Bakar ra. kepada sahabatnya yang mulia Umar bin Khatthab ra. ketika menjelang wafat :

“....Wahai sahabatku Umar, bukankah engkau tahu bahwa yang membuat berat timbangan amal orang-orang yang berat timbangannya adalah keteguhan mereka dalam mengikuti kebenaran dan perjuangan berat mereka di dalamnya, dan benarlah timbangan itu kelak tidak akan di letakkan diatasnya kebenaran kecuali akan menjadi berat.

Wahai sahabatku Umar, bukankah engkau tahu bahwa yang membuat ringan timbangan amal orang-orang yang ringan timbangannya adalah keteguhan mereka dalam mengikuti kebathilan dan ringannya perjuangan mereka di dalamnya, dan benarlah timbangan itu kelak tidak akan di letakkan diatasnya kebathilan kecuali akan menjadi ringan.

Wahai sahabatku Umar, bukankah engkau tahu bahwa ayat yang berisi penjelasan akan kenikmatan selalu turun bersamanya ayat yang berisi penjelasan akan kesulitan, sebaliknya ayat yang berisi penjelasan akan kesulitan selalu turun bersamanya ayat yang berisi penjelasan akan kenikmatan, agar orang beriman itu selalu diharu biru oleh rasa harap dan cemas, tidak berharap benar apa yang tidak menjadi haknya, juga tidak takut benar akan yang menimpa sekelilingnya.

Wahai sahabatku Umar, bukankah engkau tahu bahwa Allah selalu menggambarkan penghuni neraka dengan amalan terburuk mereka, lalu engkau ingat dan engkau berkata, semoga aku tidak masuk dalam kelompok mereka, sebaliknya, Allah selalu menggambarkan penghuni surga dengan amalan terbaik mereka, ketika engkau ingat itu, engkau berkata, betapa jauhnya amalku dari amalan mereka. Jika engkau jaga washiyat ini baik-baik, maka tidak ada hal ghaib yang lebih engkau cintai dari mati, dan mati pasti akan menghampirimu. Sebaliknya, jika engkau sia-siakan washiyat ini, maka tidak ada hal ghaib yang lebih engkau benci kecuali mati, dan engkau tidak ada kuasa sedikitpun untuk mengalahkan (takdir) Allah.”

Inilah tiga anasir penting perasaan manusia yang dalam konsep tarbiyah ilahiyah menjadi dasar utama dalam menggugah emosi dan perasaan. Kami telah menjelaskannya dengan ringkas, sesuai dengan kadar buku yang sederhana ini. Semoga Allah mendorong sebagian dari kita untuk melakukan kajian masalah penting ini lebih dalam dengan analisa, studi dan penjelasan yang lebih baik lagi. Amin Amin Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar