Senin, 23 April 2012

Konsep TARBIYAH Akhlak dalam Alquran (9)

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy




Penutup

Semoga anda sampai saat ini masih melakukan perenungan terhadap pembahasan kami tentang Al Quran, dilihat dari sisi tarbiyyahnya. Bisa jadi kesimpulan anda dalam perenungan ini sama dengan para pembahas dan pemerhati kitab Allah, bahwa Al Quran adalah kitab yang agung, balaghahnya penuh mujizat, prinsip dasar yang dianutnya penuh dengan kebijaksanaan dan tabiyyahnya begitu indah dan mengagumkan, lalu perhatian mereka berhenti sampai batas ini, mereka kembali sebagaimana ketika mereka datang, yang mereka lihat tidak memberikan pengaruh sama sekali dalam aqidah, prilaku dan akhlak mereka.

Kalau penolakan sebagian mereka untuk melakukan perenungan terhadap kitab Allah adalah sebuah hal yang aneh, tentu jalan yang kita lalui, jalan yang mengajak kita untuk merenungi kitab Allah dan ketakjuban kita padanya adalah lebih aneh lagi.

Sebuah kitab yang penuh mujizat, tidak diragukan kemukjazatannya, tidak ada keraguan dalam setiap tema bahasannya dan begitu indah dan memukau metode tarbiyahnya.

Ketika kita meyakini ini semuanya, lalu perhatian dan pengamatan kita kepada ayat-ayat peringatan dan ancamannya, yang kita lakukan dengan penuh semangat mencari kebenaran, tidak menempatkan kita pada kondisi hubungan yang sebenarnya dengan kitab Allah, dan kondisi keterkaitan kita dengan perintah dan larangannya, serta peringatan dan petunjuknya, bukankah itu hal yang lebih aneh lagi.

Ketika kita anggukkan kepala membenarkan pemikiran yang ada di dalamnya, karena indahnya gaya bahasa dan kedahsyatan hukumnya, lalu kita tidak mampu mendengarkan penuh khidmat maklumat tentang dirinya sebagaimana yang tertera dalam ayat berikut ini :

وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195) وَإِنَّهُ لَفِي زُبُرِ الْأَوَّلِينَ (196) أَوَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ آَيَةً أَنْ يَعْلَمَهُ عُلَمَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ (197)
“ Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam kitab-kitab orang yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?” (QS. Asy Syuara : 192-197)

Bukankah ini adalah sebuah hal aneh dari yang paling aneh, seorang anak manusia yang memilki pemikiran yang ambigu dan kontradiktif, terkait dengan satu hakikat kebenaran yang tidak mungkin untuk dilebihkan atau dipecah-pecah.

Mungkin sebagian mereka mengklaim bahwa Al Quran adalah buatan Nabi Muhammad saw, lalu dengan klaim tersebut mereka lari dari iman kepada keajaiban wahyu Allah, padahal sebenarnya mereka telah jatuh pada keharusan iman terhadap keajaiban yang lebih besar dari yang pertama.

Ketika kita meyakini Al Quran adalah buatan Nabi Muhammad saw, dan bukan wahyu yang diturunkan kepadanya, artinya empat puluh tahun beliau menjaga lisannya dari kebohongan, lalu setelah itu mendadak membuat kebohongan besar atas nama Allah. Atau berarti beliau yang ummi sama sekali tidak bisa baca tulis, tidak pernah menulis walau satu huruf, tidak pernah membaca walaupun satu kitab, turun ke dalam akalnya tanpa ilmu sebelumnya dan tanpa seorang guru undang-undang besar, berita umat-umat terdahulu dan prediksi peristiwa yang akan datang. Atau berarti Nabi telah diberi dua kemampuan bahasa, satu waktu beliau berbahasa yang baligh namun sebagian manusia bisa melakukan hal yang sama seperti beliau, pada saat yang lain beliau berbahasa dengan baik, tapi bukan prosa atau bait-bait syair, mampu memukau para cerdik cendekia dengan keajaiban bahasannya, penjelasan dan maknanya, lalu banyak orang yang berusaha mengikutinya, namun usahanya sia-sia dan tidak mendatangkan hasil sama sekali. Atau berarti beliau memiliki kemampuan luar biasa dalam seni akting dan peran yang tidak bisa ditiru oleh manusia manapun sampai hari ini, ia mampu membuat wajahnya pucat merona, tubuh gemetar dan anggota tubuh serasa kedinginan untuk dilhatkan kepada khalayak ramai bahwa beliau sedang menerima wahyu, kita tidak pernah mendengar sampai hari ini, ada aktor yang mampu berdiri di panggung dengan menyembunyikan rona merah darah di mukanya dan menggantinya dengan rona pucat pasi tanpa bantuan bedak atau make up.

Adalah sangat mudah, seribu kali lebih mudah dalam logika manusia untuk meyakini bahwa Al Quran sebagaimana kata pembawanya atau Al quran itu sendiri, bahwa dia adalah wahyu yang turun dari Allah kepada Rasul-Nya, dibandingkan membawa beban berat keyakinan aneh dan susah untuk dicerna, yang tidak memiliki dalil dan bukti yang jelas sama sekali.

Mungkin sebagian di antara mereka meyakini bahwasanya Al Quran adalah firman Allah, mereka tidak pernah memiliki perhatian dan perenungan terhadap firman Allah ini, orang model seperti ini tidak lebih aneh dari orang-orang yang kami sebutkan sebelumnya.

Model orang seperti ini dan lainnya ibarat orang yang karena gelap malam terpaksa masuk ke dalam gua diperut salah satu gunung, ketika ia sedang menyelidiki kondisi gua dan yang ada di dalamnya, tiba-tiba tangannya menyentuh bekas tulang dan daging di salah satu sisinya, lalu ia mengambil kesimpulan bahwa ada hewan buas yang pernah tinggal di dalam gua, namun orang itu tetap tinggal di gua tersebut dan memejamkan matanya untuk tidur, sementara keyakinan itu tidak membuat hatinya merasa was-was dan khawatir.

Kita meyakini bahwa Al Quran adalah firman Allah, lalu hati kita tidak merasa tergerak dan terpengaruh sedikitpun dengan perintah, hukum, janji dan peringatannya.

Perhatikan firman Allah swt :

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS. Al Anbiya : 1)

Apakah firman Allah ini tidak mendorong kita agar berbuat, merenung dan menyusun rencana.

Ataukah fanatisme kita yang membuat kita mabuk dan jauh dari kebenaran yang terlihat oleh mata kita dan tersentuh oleh perasaan dan pikiran kita ? Ketahuilah fanatisme pada hakikatnya adalah sikap gila melawan kebenaran yang tidak mungkin kita lari darinya, atau melawan jalan yang tidak ada tempat jatuh kecuali di dalamnya.

Kami telah paparkan manhaj tarbiyah dalam Al Quran, namun tujuan akhir kami adalah mengalihkan seluruh perhatian hakikat Al Quran yang membawa kepada manusia berita besar yang paling penting.

Tidak ada manfaat yang berarti bagi kalian, ketika kalian mampu menghasilkan kaidah-kaidah tarbiyah dari Al Quran, atau dasar-dasar ilmu balaghah dan aturan perundang-undangan, namun hati kalian tidak cenderung kepada hakikat kebenaran yang dibawa turun oleh Al Quran. Hakikat besar yang penting, namun tertutup dibalik tabir tipis dari harapan nafsu dan syahwat rendah....demi Allah hampir saja tabir itu terkoyak, dan hakikat itu muncul terlihat jelas sempurna di baliknya, namun terlihatnya hakikat ini tidak memberikan faidah apa-apa, karena hidup saat itu tidak ada dalam genggaman tangan kalian.

Kalian akan ingat apa yang kami katakan, aku serahkan semua urusan kepada Allah swt, sesungguhnya Allah Maha Mengawasi hamba-hamba-Nya. Segala puji hanya bagi Allah swt.

Semoga anda sampai saat ini masih melakukan perenungan terhadap pembahasan kami tentang Al Quran, dilihat dari sisi tarbiyyahnya. Bisa jadi kesimpulan anda dalam perenungan ini sama dengan para pembahas dan pemerhati kitab Allah, bahwa Al Quran adalah kitab yang agung, balaghahnya penuh mujizat, prinsip dasar yang dianutnya penuh dengan kebijaksanaan dan tabiyyahnya begitu indah dan mengagumkan, lalu perhatian mereka berhenti sampai batas ini, mereka kembali sebagaimana ketika mereka datang, yang mereka lihat tidak memberikan pengaruh sama sekali dalam aqidah, prilaku dan akhlak mereka.

Kalau penolakan sebagian mereka untuk melakukan perenungan terhadap kitab Allah adalah sebuah hal yang aneh, tentu jalan yang kita lalui, jalan yang mengajak kita untuk merenungi kitab Allah dan ketakjuban kita padanya adalah lebih aneh lagi.

Sebuah kitab yang penuh mujizat, tidak diragukan kemukjazatannya, tidak ada keraguan dalam setiap tema bahasannya dan begitu indah dan memukau metode tarbiyahnya.

Ketika kita meyakini ini semuanya, lalu perhatian dan pengamatan kita kepada ayat-ayat peringatan dan ancamannya, yang kita lakukan dengan penuh semangat mencari kebenaran, tidak menempatkan kita pada kondisi hubungan yang sebenarnya dengan kitab Allah, dan kondisi keterkaitan kita dengan perintah dan larangannya, serta peringatan dan petunjuknya, bukankah itu hal yang lebih aneh lagi.

Ketika kita anggukkan kepala membenarkan pemikiran yang ada di dalamnya, karena indahnya gaya bahasa dan kedahsyatan hukumnya, lalu kita tidak mampu mendengarkan penuh khidmat maklumat tentang dirinya sebagaimana yang tertera dalam ayat berikut ini :
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195) وَإِنَّهُ لَفِي زُبُرِ الْأَوَّلِينَ (196) أَوَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ آَيَةً أَنْ يَعْلَمَهُ عُلَمَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ (197)
“ Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam kitab-kitab orang yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?” (QS. Asy Syuara : 192-197)

Bukankah ini adalah sebuah hal aneh dari yang paling aneh, seorang anak manusia yang memilki pemikiran yang ambigu dan kontradiktif, terkait dengan satu hakikat kebenaran yang tidak mungkin untuk dilebihkan atau dipecah-pecah.

Mungkin sebagian mereka mengklaim bahwa Al Quran adalah buatan Nabi Muhammad saw, lalu dengan klaim tersebut mereka lari dari iman kepada keajaiban wahyu Allah, padahal sebenarnya mereka telah jatuh pada keharusan iman terhadap keajaiban yang lebih besar dari yang pertama.

Ketika kita meyakini Al Quran adalah buatan Nabi Muhammad saw, dan bukan wahyu yang diturunkan kepadanya, artinya empat puluh tahun beliau menjaga lisannya dari kebohongan, lalu setelah itu mendadak membuat kebohongan besar atas nama Allah. Atau berarti beliau yang ummi sama sekali tidak bisa baca tulis, tidak pernah menulis walau satu huruf, tidak pernah membaca walaupun satu kitab, turun ke dalam akalnya tanpa ilmu sebelumnya dan tanpa seorang guru undang-undang besar, berita umat-umat terdahulu dan prediksi peristiwa yang akan datang. Atau berarti Nabi telah diberi dua kemampuan bahasa, satu waktu beliau berbahasa yang baligh namun sebagian manusia bisa melakukan hal yang sama seperti beliau, pada saat yang lain beliau berbahasa dengan baik, tapi bukan prosa atau bait-bait syair, mampu memukau para cerdik cendekia dengan keajaiban bahasannya, penjelasan dan maknanya, lalu banyak orang yang berusaha mengikutinya, namun usahanya sia-sia dan tidak mendatangkan hasil sama sekali. Atau berarti beliau memiliki kemampuan luar biasa dalam seni akting dan peran yang tidak bisa ditiru oleh manusia manapun sampai hari ini, ia mampu membuat wajahnya pucat merona, tubuh gemetar dan anggota tubuh serasa kedinginan untuk dilhatkan kepada khalayak ramai bahwa beliau sedang menerima wahyu, kita tidak pernah mendengar sampai hari ini, ada aktor yang mampu berdiri di panggung dengan menyembunyikan rona merah darah di mukanya dan menggantinya dengan rona pucat pasi tanpa bantuan bedak atau make up.

Adalah sangat mudah, seribu kali lebih mudah dalam logika manusia untuk meyakini bahwa Al Quran sebagaimana kata pembawanya atau Al quran itu sendiri, bahwa dia adalah wahyu yang turun dari Allah kepada Rasul-Nya, dibandingkan membawa beban berat keyakinan aneh dan susah untuk dicerna, yang tidak memiliki dalil dan bukti yang jelas sama sekali.

Mungkin sebagian di antara mereka meyakini bahwasanya Al Quran adalah firman Allah, mereka tidak pernah memiliki perhatian dan perenungan terhadap firman Allah ini, orang model seperti ini tidak lebih aneh dari orang-orang yang kami sebutkan sebelumnya.

Model orang seperti ini dan lainnya ibarat orang yang karena gelap malam terpaksa masuk ke dalam gua diperut salah satu gunung, ketika ia sedang menyelidiki kondisi gua dan yang ada di dalamnya, tiba-tiba tangannya menyentuh bekas tulang dan daging di salah satu sisinya, lalu ia mengambil kesimpulan bahwa ada hewan buas yang pernah tinggal di dalam gua, namun orang itu tetap tinggal di gua tersebut dan memejamkan matanya untuk tidur, sementara keyakinan itu tidak membuat hatinya merasa was-was dan khawatir.

Kita meyakini bahwa Al Quran adalah firman Allah, lalu hati kita tidak merasa tergerak dan terpengaruh sedikitpun dengan perintah, hukum, janji dan peringatannya.

Perhatikan firman Allah swt :

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS. Al Anbiya : 1)

Apakah firman Allah ini tidak mendorong kita agar berbuat, merenung dan menyusun rencana.

Ataukah fanatisme kita yang membuat kita mabuk dan jauh dari kebenaran yang terlihat oleh mata kita dan tersentuh oleh perasaan dan pikiran kita ? Ketahuilah fanatisme pada hakikatnya adalah sikap gila melawan kebenaran yang tidak mungkin kita lari darinya, atau melawan jalan yang tidak ada tempat jatuh kecuali di dalamnya.

Kami telah paparkan manhaj tarbiyah dalam Al Quran, namun tujuan akhir kami adalah mengalihkan seluruh perhatian hakikat Al Quran yang membawa kepada manusia berita besar yang paling penting.

Tidak ada manfaat yang berarti bagi kalian, ketika kalian mampu menghasilkan kaidah-kaidah tarbiyah dari Al Quran, atau dasar-dasar ilmu balaghah dan aturan perundang-undangan, namun hati kalian tidak cenderung kepada hakikat kebenaran yang dibawa turun oleh Al Quran. Hakikat besar yang penting, namun tertutup dibalik tabir tipis dari harapan nafsu dan syahwat rendah....demi Allah hampir saja tabir itu terkoyak, dan hakikat itu muncul terlihat jelas sempurna di baliknya, namun terlihatnya hakikat ini tidak memberikan faidah apa-apa, karena hidup saat itu tidak ada dalam genggaman tangan kalian.

Kalian akan ingat apa yang kami katakan, aku serahkan semua urusan kepada Allah swt, sesungguhnya Allah Maha Mengawasi hamba-hamba-Nya. Segala puji hanya bagi Allah swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar